- Kelihatannya biasa, tapi tenis
meja olahraga istimewa. Bisa sebagai terapi tambahan, bisa pula
memperbaiki kinerja kita dalam kehidupan sehari-hari. Yang pasti tenis
meja merupakan cabang olahraga yang cukup efektif dalam menghasilkan
keringat. Dr. Sadoso Sumosardjuno, Sp.KO. menjelaskannya dalam
tulisan berikut.
Dibandingkan dengan yang lainnya, tenis meja
memiliki beberapa keunggulan. Cabang olahraga ini mempunyai peran sangat
penting dalam bidang rehabilitasi. Ia merupakan terapi rekreasi yang tak ternilai
harganya untuk penyandang cacat fisik seperti polio, paraplegia, hemiplegia,
ampute (bagian badannya ada yang diamputasi), radang sendi, dan lain-lain.
Bahkan, pun untuk penderita penyakit mental. Karena itu, dewasa ini di semua
instansi perawatan penyakit mental negara-negara maju, tenis meja digunakan
sebagai olahraga untuk terapi tambahan.
Sebagai olahraga pendukung, permainan
"tenis" di meja kecil ini bisa pula membantu memantapkan kondisi
untuk olahraga lain. Belum disebut pula perannya yang sangat berarti untuk
meredakan ketegangan atlet olahraga lain saat musim kompetisi seperti atlet
catur dan bridge. Bahkan kalau Anda memiliki anggota keluarga yang sudah lanjut
usia, tenis meja juga bagus untuk mereka. Semua itu, oleh karena tenis meja
mempunyai pengaruh pemantapan kondisi.
Secara fisologis saja, olahraga ini sudah
memberi keuntungan kepada para pemainnya. Pada waktu melakukannya, segala
penyimpangan masalah kesehatan dan tekanan kehidupan sehari-hari akan
berkurang. Dari penelitian-penelitian tampak bahwa setelah berolahraga mereka
menjadi lebih segar bugar.
Jangan pula dikira, respons yang otomatis dan
sangat cepat dalam permainan tens meja tidak memberikan keuntungan dalam
kehidupan sehari-hari. Seorang atlet tenis meja cenderung memiliki reaksi lebih
cepat dalam keadaan gawat mendadak.
Paling Cepat
- Sifat pingpong sangat
individualistik. Pun ia merupakan cabang olahraga yang ekspresif dan
temperamental. Untung saja, karena bukan tergolong olahraga kontak, cedera
jarang terjadi.
Cedera akut, subakut, dan kronis terutama
terjadi pada lengan yang digunakan untuk main, dan tungkai atau kaki, meski
yang terakhir ini lebih jarang. Seperti halnya olahraga lain, sesekali jatuh
dapat pula terjadi.
Yang sering justru cedera ringan macam lepuh (blister)
dan kejang. Blister alias lepuh paling sering terjadi pada tangan
dan jari yang memegang bat, akibat tekanan langsung secara konstan. Namun, ukuran sepatu
yang kurang tepat atau kaus kaki yang melipat sehingga menimbulkan gesekan
terus menerus pada telapak kaki, juga bisa menghasilkan lepuh pada kaki.
Kejang pada otot-otot bisa muncul karena
kehilangan garam akibat keringat mengucur berlebihan, terlalu panas, penggunaan
otot berlebihan, peregangan berlebihan, dan kelelahan berlebihan (over
fatigue). Meski, kejang bisa pula disebabkan oleh makanan atau gangguan
peredaran darah setempat pada bagian badan tertentu (misalnya sepatu terlalu
sempit, tali sepatu terlalu kencang, celana terlalu ketat, dll).
Cedera pada otot dan tendon timbul karena kerja
otot yang keras. Misalnya pada waktu melakukan stroke tajam, chop, atau lop. Para atlet tenis meja sering mengalaminya pada
gelang bahu, sekitarsiku, lengan bawah, pergelangan tangan, atau pada tangan
karena terus menerus memegang bat dengan kencang.
Karena merupakan olahraga indoor, kita dapat memainkannya kapan saja, bahkan di
musim hujan. Sedangkan peralatannya relatif tidak terlalu mahal lagi pula tak
memerlukan ruangan terlalu luas. Luas lapangan permainan yang sangat terbatas
menuntut reaksi sangat cepat dalam mengembalikan bola, sehingga cabang olahraga
ini merupakan olahraga paling cepat diantara olahraga permainan yang ada.
Uniknya, meski saat pertandingan atlet tenis
meja memerlukan kemampuan fisik luar biasa, pada permainan bukan pertandingan,
siapapun baik pria maupun wanita dengan berbagai tingkatan usia dan kondisi
fisik, tetap dapat menikmati olahraga ini.
Perlu refleks dan konsentrasi
- Memang benar, cabang olahraga
ini dibedakan atas tenis meja yang dipertandingkan (kompetitif) dan yang
tidak dipertandingkan (non-kompetitif). Jelas saja, pada tenis meja non
kompetitif persyaratan fisik dan fisiologis jauh berbeda dari yang
dipertandingkan.
Persyaratan terpenting adalah keterampilan yang neuromuskuler (saraf otot) untuk memproleh kondisi refleks dan
konsentrasi yang baik. Kedua komponen tersebut boleh dikatakan merupakan
persyaratan terpenting pada tenis meja non-pertandingan.
Sebaliknya, pada tenis meja kompetitif atau yang
dipertandingkan, kedua hal itu saja jauh dari cukup. Diperlukan kecepatan yang
hebat, kekuatan memukul, dan endurance (daya tahan). Jadi selain tenaga, juga sangat
dibutuhkan daya tahan otot, jantung dan pernapasan.
Seorang atlet pingpong yang harus menjalani
pertandingan juga harus mampu lari 5 km agar bisa meraih dan mengembalikan bola
yang kecepatan maksimumnya bisa mencapai 125-140 km perjam. Memang benar,
pencapaian refleks dan konsentrasi yang terkondisi merupakan persyaratan utama
pada tenis meja kompetitif. Namun, kelincahan kaki, kecepatan, antisipasi,
koordinasi, dan taktik juga sangat penting.
Kondisi refleks atau refleks yang dimiliki
pemain bukan diperoleh secara genetis, karenanya pemain harus berlatih sejak
awal. Apalagi kondisi refleks akan melemah dengan berjalannya waktu. Makin
kurang baik kondisi refleksnya, makin cepat hilangnya. Ini menunjukkan, untuk
memelihara atau meningkatkan kondisi refleks diperlukan program latihan yang
konsisten dalam jangka waktu cukup lama. Maka dari itu untuk menjadi pemain
kompetitif, kita harus melakukan latihan terencana selama 4-5 tahun plus memiliki pengalaman pertandingan.
Umur paling baik untuk menjadi pemain tenis meja
kompetitif pada pria adalah 18-30 tahun dan pada wanita 16-26 tahun.
Barangkali perlu dicatat adanya sedikit
perbedaan antara pria dan wanita dalam respons fisiologis. Persisnya, dalam
mengembangkan keterampilan neuromuskuler untuk meningkatkan tenaga otot
(terutama pada lengan yang digunakan untuk main), daya tahan otot (pada lengan
yang digunakan untuk main dan kedua kaki), serta daya tahan jantung dan pernapasan.
Ini terjadi lantaran wanita sedikit lebih lemah.
Karena kebugaran fisik dan mental diperlukan
dalam tenis meja kompetitif, pemeriksaan klinis terhadap atlet-atlet tenis meja
harus betul-betul teliti. Selain pemeriksaan fisik lengkap, juga harus dilakukan
evaluasi terhadap metode latihan, pengaturan makan, keadaan lingkungan, masalah
usia, seks dan pekerjaan, serta pencegahan cedera.
Karena merupakan olahraga indoor, maka perlu diberikan perhatian pada kondisi
paru-paru. Artinya, secara periodik haruslah diadakan pemeriksaan fisik,
laboratorium dan pemeriksaan dengan sinar rontgen. Juga karena permainan ini
biasanya menggunakan sinar lampu, pemeriksaan mata secara periodik pun sangat
dianjurkan.
Nah, kalau semuanya beres, bersiaplah menjadi
atlet tenis meja handal, atau kalau bukan atlet, setidaknya pemain kehidupan
yang lebih gesit dan bugar berkat tenis meja.*